Menurut Gillin dan Gillin, ada dua bentuk interaksi sosial yaitu proses asosiatif yang terdiri atas tiga bentuk khusus yaitu akomodasi, asimilasi, dan akulturasi, serta proses disosiatif, yang terdiri atas persaingan, kontravensi (contravention), dan pertentangan atau pertikaian (konflik). Perbedaan kedua pembagian bentuk-bentuk interaksi sosial terletak pada daya cakup setiap penggolongan.
1. Proses Asosiatif
Proses yang bersifat asosiatif dapat terjadi apabila suatu kelompok yang mempunyai kesamaan pandangan melakukan interaksi sosial untuk mencapai tujuan yang mengarah pada kesatuan.
Proses asosiatif meliputi kerja sama, akomodasi, dan asimilasi.
a. Kerja Sama (Cooperation)
Kerja sama merupakan suatu bentuk interaksi sosial antara orang-perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Kerja sama timbul karena orientasi orang-perorangan dengan kelompoknya (in group) dan kelompok lainnya (out group).
Menurut Charles H. Cooley kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingankepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan kesadaran terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingannya.
Kerja sama dapat dibagi menjadi tiga bentuk berikut ini.
1) Bargaining (tawar-menawar), yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang dan jasa antara dua organisasi atau lebih. Perhatikan dengan saksama ilustrasi berikut ini. Bank Bumiputera, AJB Bumiputera 1912 dan Bumida Bumiputera Jalin Kerja Sama PT Bank Bumiputera Indonesia Tbk menandatangani Nota Kesepahaman Bersama (MoU) dengan AJB
Bumiputera 1912 dan PT Asuransi Bumiputeramuda 1967 (Bumida Bumiputera) di Jakarta. Melalui kerja sama ini, Bank Bumiputera akan memberikan fasilitas kredit kepada karyawan, para agen, serta pemegang polis asuransi Bumiputera 1912 dan Bumida Bumiputera. Bank Bumiputera juga akan memanfaatkan produk asuransi yang dimiliki oleh Asuransi Bumiputera 1912 dan Bumida Bumiputera untuk setiap produk bank.
2) Cooptation, yaitu suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya keguncangan dalam organisasi yang bersangkutan.
3) Coalition (koalisi) merupakan kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama. Untuk sementara waktu akan terjadi instabilitas karena dua atau lebih organisasi tersebut memiliki perbedaan struktur, tetapi karena mereka ingin mencapai tujuan bersama, maka dapat terjadi kerja sama.
4) Joint venture atau usaha patungan, yaitu kerja sama dalam proyek tertentu, misalnya industri mobil, pengeboran minyak, pertambangan batu bara, perhotelan, dan pembiayaan.
Motivasi seseorang atau suatu kelompok melakukan kerja sama dengan pihak lain, dapat dilihat dari beberapa hal berikut ini.
1) Orientasi perorangan terhadap kelompoknya sendiri yang meliputi arah, tujuan, atau kepentingan-kepentingan lain. Untuk mencapainya setiap anggota kelompok mengharapkan dan mengandalkan bantuan dari anggota kelompoknya. Misalnya kerja sama untuk menyelesaikan tugas kelompok.
2) Ancaman dari luar (musuh bersama) yang dapat mengancam ikatan kesetiaan atau persaudaraan yang secara tradisional dan institusional telah tertanam di setiap anggota kelompoknya. Misal, adanya semangat membela tanah air dari setiap ancaman dan gangguan dari negara lain.
3) Rintangan dari luar. Untuk mencapai cita-cita kelompoknya kadang-kadang muncul kekecewaan atau rasa tidak puas karena apa yang diinginkan tidak tercapai. Hal inilah yang menimbulkan sifat agresif dan membutuhkan kerja sama di antara anggotanya.
4) Mencari keuntungan pribadi. Dalam kerja sama, seseorang kadang berharap mendapatkan keuntungan yang diinginkan, hal inilah yang mendorong untuk bekerja sama. Motivasi ini biasanya tidak baik sehingga terkadang dapat menimbulkan perpecahan.
5) Menolong orang lain. Kerja sama dilakukan semata-mata hanya untuk meringankan beban penderitaan orang lain tanpa mengharapkan imbalan apapun. Misalnya kerja sama mengumpulkan dana untuk korban bencana alam.
b. Akomodasi
Akomodasi dipergunakan dalam dua arti, yaitu untuk menunjuk pada keadaan dan untuk menunjuk pada proses. Sebagai keadaan berarti kenyataan adanya suatu keseimbangan dalam interaksi antara orang-perorangan dan kelompokkelompok manusia sehubungan dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat. Sebagai suatu proses, akomodasi menunjuk pada usahausaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan, yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan.
Tujuan akomodasi dapat berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dihadapinya, yaitu sebagai berikut.
1) Mengurangi pertentangan antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia sebagai akibat perbedaan paham. Akomodasi bertujuan menghasilkan kesimpulan antara kedua pendapat tersebut untuk menghasilkan pola yang baru.
2) Mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara waktu.
3) Untuk memungkinkan terjadinya kerja sama antara kelompok-kelompok sosial sebagai akibat faktor-faktor sosial psikologis dan kebudayaan.
4) Untuk mengusahakan peleburan antara kelompokkelompok sosial yang terpisah, misalnya melalui perkawinan campuran.
Bentuk-bentuk akomodasi sebagai suatu proses antara lain sebagai berikut.
1) Coercion (paksaan), yaitu suatu bentuk akomodasi yang prosesnya terjadi karena adanya paksaan.
2) Compromise (kompromi), yaitu suatu bentuk akomodasi di mana pihak-pihak yang terlibat masing-masing mengurangi tuntutannya karena masing-masing pihak bersedia mengerti satu sama lain.
3) Arbitration (perwasitan), yaitu penyelesaian masalah yang dilakukan oleh pihak ketiga yang dipilih oleh kedua belah pihak atau oleh badan yang kedudukannya lebih tinggi dari pihak-pihak yang berselisih.
4) Mediation (penyelesaian sengketa dengan menengahi), yaitu bentuk akomodasi seperti arbitration (perwasitan), dengan mengundang pihak ketiga yang netral untuk mengusahakan penyelesaian secara damai, tetapi kedudukannya hanya sebagai penasihat.
5) Conciliation (tindakan mendamaikan), yaitu suatu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak-pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan bersama, misalnya DPRD yang berupaya mempertemukan wakil dari perusahaan dengan wakil buruh guna mencapai kesepakatan atau islah dua kubu yang bertikai dari suatu partai dengan perantara seorang mediator.
6) Toleration (toleransi), yaitu suatu bentuk akomodasi tanpa persetujuan formal, yang sering timbul tanpa sadar dan tanpa direncanakan.
7) Stalemate (jalan buntu), yaitu suatu bentuk akomodasi di mana pihak-pihak yang bertikai berhenti pada suatu titik tertentu karena tidak ada lagi kemungkinan untuk maju atau mundur.
Adjudication (keputusan hakim atau pengadilan)
, yaitu suatu penyelesaian perkara di pengadilan.
9) Rasionalisasi (tindakan seolah-olah rasional), yaitu pemberian keterangan atau alasan yang seolah-olah rasional untuk membenarkan tindakan-tindakan yang mungkin dapat menimbulkan konflik. Misalnya siswa yang tidak mengerjakan pekerjaan rumah beralasan bahwa tugasnya ketinggalan di rumah.
Hasil-hasil akomodasi menurut Gillin dan Gillin adalah sebagai berikut.
1) Akomodasi menyebabkan usaha-usaha untuk sebanyak mungkin menghindarkan diri dari benih-benih yang dapat menyebabkan pertentangan baru untuk kepentingan integrasi masyarakat.
2) Akomodasi menekan oposisi, karena akomodasi memungkinkan pihak yang saling bersaing memahami satu sama lain. Misalnya akomodasi antara para produsen yang saling bersaing akan membuat para produsen tidak saling membanting harga untuk menarik konsumen membeli produknya yang kemudian dapat mematikan usaha saingannya.
3) Mengoordinasi berbagai kepribadian yang berbeda. Misalnya dalam persaingan untuk menjadi ketua organisasi, pihak yang kalah tetap diajak untuk mengurus organisasi tersebut.
4) Perubahan dari lembaga-lembaga kemasyarakatan supaya sesuai dengan keadaan yang baru atau keadaan yang berubah.
5) Menyebabkan suatu penetapan yang baru dari kedudukan orang-perorangan dan kelompok-kelompok manusia.
6) Membuka jalan ke arah asimilasi.
c. Asimilasi
Asimilasi yaitu suatu proses mengembangkan sikap-sikap yang sama, walaupun kadang-kadang bersifat emosional yang bertujuan untuk mencapai kesatuan atau paling sedikit mencapai suatu integrasi dalam organisasi. Hal ini dimaksudkan agar dua kelompok yang berasimilasi akan menghilangkan perbedaan di antara mereka, atau seseorang yang berasimilasi terhadap suatu kelompok tidak akan membedakan dirinya dengan para anggota kelompok tersebut.
Asimilasi timbul jika ada berikut ini.
1) Kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya.
2) Orang-perorangan sebagai anggota kelompok-kelompok tadi saling bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu yang lama.
3) Kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri.
Faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya asimilasi adalah sebagai berikut.
1) Toleransi terhadap kelompok-kelompok lain yang mempunyai kebudayaan yang berbeda.
2) Kesempatan-kesempatan di bidang ekonomi yang seimbang.
3) Sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya.
4) Sikap terbuka kelompok yang berkuasa di masyarakat.
5) Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan.
6) Perkawinan campuran (amalgamation).
7) Adanya musuh bersama dari luar.
Selain faktor yang mempermudah, tentu ada pula faktor yang menghambat. Faktor-faktor penghambat terjadinya asimilasi adalah sebagai berikut.
1) Terisolasinya kehidupan suatu golongan tertentu dalam masyarakat, biasanya golongan minoritas.
2) Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi.
3) Perasaan takut terhadap kekuatan suatu kebudayaan yang sedang dihadapi.
4) Perasaan bahwa kebudayaan suatu kelompok atau golongan lebih tinggi atau lebih superior dari kelompok atau golongan yang lain.
5) Dalam batas-batas tertentu, perbedaan warna kulit atau perbedaan ciri-ciri badaniah dapat menjadi salah satu penghalang terjadinya asimilasi.
6) Perasaan in group, yaitu perasaan terikat pada suatu kelompok atau kebudayaan yang sangat kuat.
7) Adanya gangguan dari kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas.
Adanya perbedaan kepentingan yang ditambah pertentangan pribadi.
2. Proses Disosiatif
Interaksi sosial yang bersifat disosiatif dapat terjadi karena adanya perbedaan pendapat atau pandangan dan bersifat oposisi. Proses disosiasif ini sebagai cara berjuang melawan seseorang atau sekelompok manusia untuk suatu tujuan tertentu.
Proses disosiatif meliputi competition, contravention, dan konflik.
a. Competition atau Persaingan
Persaingan yaitu suatu proses sosial di mana orangperorangan atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian publik. Persaingan dilakukan dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada, tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan.
Beberapa bentuk persaingan dalam masyarakat antara lain sebagai berikut.
1) Persaingan di bidang ekonomi yang timbul karena terbatasnya persediaan dibanding jumlah konsumen.
2) Persaingan di bidang kebudayaan, misalnya di bidang agama, atau lembaga kemasyarakatan seperti pendidikan. Misalnya saat ini banyak sekolah swasta yang saling bersaing dengan membuat metode belajar tersendiri seperti full day school, yaitu sekolah di mana kegiatan belajar mengajarnya dilakukan selama sehari penuh.
3) Persaingan untuk mencapai suatu kedudukan atau peranan tertentu dalam masyarakat. Kedudukan dan peranan yang dikejar, tergantung pada hal yang paling dihargai oleh suatu masyarakat pada suatu masa tertentu.
4) Persaingan karena perbedaan ras. Persaingan ini terjadi karena adanya perbedaan warna kulit, bentuk tubuh, atau ciri-ciri fisik lainnya. Misalnya adanya politik apartheid di Afrika Selatan yang menyebabkan pertentangan antara kulit putih dengan kulit hitam.
Persaingan memiliki arti penting dalam proses sosial. Beberapa fungsi persaingan antara lain sebagai berikut.
1) Menyalurkan keinginan-keinginan yang bersifat kompetitif dari orang-perorangan atau kelompokkelompok manusia.
2) Sebagai jalan agar kepentingan-kepentingan serta nilainilai yang pada suatu masa menjadi pusat perhatian, tersalurkan sebaik-baiknya oleh mereka yang bersaing.
3) Sebagai alat untuk mengadakan seleksi atas dasar jenis kelamin dan seleksi sosial, sehingga mendudukkan seseorang pada kedudukan dan peranan yang sesuai kemampuannya.
4) Berfungsi menyaring orang-orang yang memiliki kemampuan tertentu, misalnya politikus, seniman, dan pemuka agama.
5) Mendorong seseorang untuk memiliki kemampuan tertentu, sehingga ia memiliki kompetensi tersendiri yang berbeda dengan orang lain.
Persaingan yang terjadi di masyarakat tidak selalu membawa dampak negatif seperti pertikaian atau pertentangan yang bersifat disosiatif. Persaingan juga dapat membawa dampak positif atau bersifat asosiatif apabila dilakukan dengan adil dan jujur. Beberapa faktor yang terkait dengan hasil-hasil persaingan adalah sebagai berikut.
1) Kepribadian seseorang
Suatu persaingan apabila dilakukan dengan adil dan jujur akan dapat mengembangkan dan meningkatkan rasa sosial dalam diri seseorang terhadap lawannya. Persaingan dapat menambah atau memperluas wawasan seseorang dalam hal pengetahuan, kepribadian, dan rasa empati ataupun simpatinya.
2) Solidaritas kelompok
Solidaritas atau rasa kesetiakawanan kelompok akan semakin kukuh dan mantap apabila selama terjadinya persaingan dilakukan secara jujur dan sesuai dengan nilainilai yang diharapkan. Persaingan yang jujur dapat menyebabkan individu-individu dalam kelompok saling menyesuaikan diri dalam hubungan sosial dan selalu berusaha menjaga keserasian.
3) Kemajuan masyarakat
Persaingan dapat mendorong seseorang untuk meningkatkan semangat kerjanya sehingga dapat memberikan sumbangan, baik secara materi maupun motif bagi pembangunan masyarakat. Dengan adanya persaingan yang sehat suatu masyarakat akan menjadi lebih maju.
4) Disorganisasi masyarakat
Suatu persaingan dan perubahan sosial yang terjadi terlalu cepat akan dapat menimbulkan perpecahan atau disorganisasi apabila masyarakat belum dapat mengimbangi atau menyesuaikan diri terhadap persaingan tersebut. Hal ini akan dapat berpengaruh terhadap sistem nilai, sistem norma, dan lembagalembaga kemasyarakatan lainnya.
b. Contravention atau Kontravensi
Contravention atau kontravensi yaitu suatu bentuk proses sosial yang berada antara persaingan dengan konflik. Kontravensi ditandai dengan gejala-gejala adanya ketidakpastian mengenai diri seseorang atau suatu rencana, perasaan tidak suka yang disembunyikan, kebencian, atau keragu-raguan terhadap kepribadian seseorang. Kontravensi dapat tertuju pada suatu pandangan, pikiran, keyakinan, atau rencana yang dikemukakan oleh seseorang atau kelompok lain. Contohnya OSIS di sekolahmu mempunyai suatu rencana, tetapi kelasmu kurang setuju terhadap rencana tersebut sehingga berkembang rasa tidak suka atau benci namun masih disembunyikan. Tindakan kelasmu tersebut termasuk suatu kontravensi.
Proses kontravensi menurut Leopold von Wiese dan Howard Becker mencakup lima subproses sebagai berikut.
1) Proses yang umum dari kontravensi meliputi perbuatanperbuatan seperti penolakan, keengganan, perlawanan, menghalang-halangi protes, kekerasan, dan perbuatan mengacaukan rencana pihak lain.
2) Bentuk-bentuk kontravensi yang sederhana, seperti menyangkal pernyataan orang lain di muka umum, memaki orang lain, mencerca, memfitnah, atau melemparkan beban pembuktian kepada pihak lain.
3) Bentuk-bentuk kontravensi intensif yang mencakup penghasutan, menyebar desas-desus, atau mengecewakan pihak lain.
4) Kontravensi yang bersifat rahasia, seperti menyebarkan rahasia orang lain dan berkhianat.
5) Kontravensi yang bersifat taktis misalnya mengejutkan lawan, mengganggu atau membingungkan pihak lain.
c. Konflik atau Pertentangan
Konflik yaitu suatu proses sosial di mana orang perorangan atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan melalui suatu ancaman atau kekerasan.
Konflik dapat terjadi karena sebab-sebab berikut ini.
1) Perbedaan antara orang-perorangan, misalnya dalam perbedaan pendirian dan perasaan.
2) Perbedaan kebudayaan, karena kepribadian seseorang sedikit banyak dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakatnya, sehingga memengaruhi pola pikir dan pola pendiriannya yang selanjutnya dapat menyebabkan pertentangan antarkelompok manusia.
3) Bentrokan kepentingan, baik antara orang-perorangan, antarkelompok atau antara orang-perorangan dengan kelompok. Misalnya perbedaan kepentingan buruh dengan majikan dapat menimbulkan konflik di antara mereka.
4) Perubahan sosial yang cepat, sehingga untuk sementara waktu mengubah nilai-nilai dalam masyarakat. Hal ini dapat menimbulkan konflik antara golongan-golongan yang berbeda pendapat mengenai pembentukan kembali sistem nilai yang akan dipakai selanjutnya.
Dari berbagai sebab dan terjadinya, konflik dapat mengakibatkan beberapa hal, yang dinamakan akibat konflik. Akibat dari konflik antara lain sebagai berikut.
1) Bertambahnya solidaritas di antara anggota dalam kelompok (in group), karena apabila suatu kelompok bertentangan dengan kelompok lain, maka solidaritas antara anggota-anggota dalam kelompok tersebut akan bertambah erat.
2) Retaknya persatuan kelompok karena anggotanya saling berselisih.
3) Perubahan kepribadian seseorang karena dalam suatu pertentangan antarkelompok, seseorang dapat tahan atau dapat pula merasa tertekan dengan situasi konflik tersebut yang pada akhirnya dapat memengaruhi kepribadian seseorang.
4) Dapat menghancurkan harta benda dan jatuhnya korban manusia. Contohnya dalam perang kemerdekaan Republik Indonesia, baik pihak Indonesia maupun pihak penjajah mengalami kerugian harta benda juga nyawa. Contoh lain adalah agresi militer Amerika Serikat dan sekutunya ke Irak yang tanpa dasar yang jelas, telah menyebabkan kehancuran di negara yang berdaulat itu.
5) Apabila kekuatan pihak-pihak yang bertentangan seimbang, maka dapat dicapai akomodasi. Apabila tidak, maka dapat terjadi dominasi satu kelompok terhadap kelompok lainnya sehingga pihak yang lebih lemah menjadi takluk terhadap pihak yang lebih kuat.
Interaksi sosial yang terjadi antara individu-individu dalam menjalankan peran sosial sesuai dengan kedudukannya, senantiasa didasari oleh nilai-nilai dan norma yang berlaku di masyarakatnya. Beberapa contoh interaksi sosial dalam berbagai lingkungan sosial antara lain sebagai berikut.
sumber:
http://gurumuda.com/bse/bentuk-bentuk-interaksi-sosial
Suprihartoyo dkk, 2009, Ilmu Pengetahuan Sosial 1 : untuk SMP dan MTs Kelas VII, Jakarta : Pusat perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, h. 82 – 92.