Sunday, February 10, 2013

“Pernikahan”



v Pengertian Nikah dan Tujuan Nikah
Kata (nikah) berasal dari bahasa Arab , yang secara etimologi berarti: (bercampur) dalam bahasa Arab, lafadh "nikah" bermakna berakad, bersetubuh dan bersenang-senang, (Mustafa al-Khin dkk, Al-Fiqh al-Manhaji : 11).
Al-Qur’an menggunakan kata "nikah" yang mempunyai makna "perkawinan", disamping secara majazi (metaphoric) diartikan dengan "hubungan seks". Selain itu juga menggunakan kata zauj yang berarti "pasangan" untuk makna nikah. Ini karena pernikahan menjadikan seseorang memiliki pasangan.(M. Quraish Shihab, 1997: 191).
Secara lugawi, nikah berarti bersenggama atau bercampur, sehingga dapat dikatakan terjadi perkawinan antara kayu-kayu apabila kayu-kayu itu saling condong dan bercampur antara yang satu dengan yang lain. Dalam pengertian majazi, nikah disebutkan untuk arti akad, karena akad merupakan landasan bolehnya melakukan persetubuhan. Dengan akad nikah suami memiliki hak untuk memiliki. Namun hak milik itu hanya bersifat milk al-Intifa’ (hak milik untuk menggunakan), bukan milk al-muqarabah (hak milik yang bisa dipindah tangankan seperti kepemilikan benda) dan bukan pula milk al-manfa’ah (kepemilikan manfaat yang bisa dipindahkan)
Jadi pertikahan yaitu ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan memebentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
v Tujuan Pernikahan dalam Islam
Tujuan utama dari pernikahan adalah ibadah kepada Allah SWT, selain itu adalah :
1. Untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang asasi.
2. Untuk membentengi ahlak yang luhur.
3. Untuk menegakkan rumah tangga yang islami.
4. Untuk meningkatkan ibadah kepada Allah.
5. Untuk mencari keturunan yang shalih dan shalihah.
v Pra- Nikah
Menurut hadis, wanita dinikahi karena empat hal, yaitu :
1)      hartanya, karena dengan harta yang cukup lelaki tidak terbebani dengan nafkah dan lainnya yang berada di atas kemampuannya.
2)      Keturunan, pada dasarnya kemuliaan ini terletak pada kemuliaan orang tua dan keluarganya.bisa dari Nasab atau dari kesuburannya.
3)      Kecantikan. Salah satu faktor yang selalu dicari dalam segala hal termasuk wanita sebagai teman pendamping atau teman berbaring (Muhammad Fuad al-Baqi, 1994: 392).
4)      Agama, karena agama dapat mempengaruhi akhlaq orang yang menganutnya termasuk dalam pernikahan 
Hadis tersebut diakhiri dengan ungkapan yang berarti hidup seseorang tidak akan bahagia jika ia menikahi wanita yang tidak beragama dan berakhlaq, jadi ketaqwaan terhadap perintah Allah merupakan yang menjadi utama memilih wanita untuk dinikahi.
·         Hal-Hal Yang Perlu Dilakukan Sebelum Menikah

1)      Minta Pertimbangan
Bagi seorang lelaki sebelum ia memutuskan untuk mempersunting seorang wanita untuk enjadi isterinya, hendaklah ia juga minta pertimbangan dari kerabat dekat wanita tersebut yang baik agamanya. Mereka hendaknya orang yang tahu benar tentang hal ihwal wanita yang akan dilamar oleh lelaki tersebut, agar ia dapat memberikan pertimbangan dengan jujur dan adil. Begitu pula bagi wanita yang akan dilamar oleh seorang lelaki, sebaiknya ia minta pertimbangan dari kerabat dekatnya yang baik agamanya.
2)      Shalat Istikharah
Setelah mendapatkan pertimbangan tentang bagaimana calon isterinya, hendaknya ia melakukan shalat istikharah sampai hatinya diberi kemantapan oleh Allah Taala dalam mengambil keputusan. Shalat istikharah adalah shalat untuk meminta kepada Allah Taala agar diberi petunjuk dalam memilih mana yang terbaik untuknya. Shalat istikharah ini tidak hanya dilakukan untuk keperluan mencari jodoh saja, akan tetapi dalam segala urusan jika seseorang mengalami rasa bimbang untuk mengambil suatu keputusan tentang urusan yang penting. Hal ini untuk menjauhkan diri dari kemungkinan terjatuh kepada penderitaan hidup. Insya Allah ia akan mendapatkan kemudahan dalam menetapkan suatu pilihan.
3)      Khithbah (peminangan)
Setelah seseorang mendapat kemantapan dalam menentukan wanita pilihannya, maka hendaklah segera meminangnya. Laki-laki tersebut harus menghadap orang tua/wali dari wanita pilihannya itu untuk menyampaikan kehendak hatinya, yaitu meminta agar ia direstui untuk menikahi anaknya. Adapun wanita yang boleh dipinang adalah bilamana pada waktu dipinang tidak ada halangan-halangan syari yang menyebabkan laki-laki dilarang memperisterinya saat itu.

4)       Melihat Wanita yang Dipinang
Islam adalah agama yang hanif yang mensyariatkan pelamar untuk melihat wanita yang dilamar dan mensyariatkan wanita yang dilamar untuk melihat laki-laki yang meminangnya, agar masing- masing pihak benar-benar mendapatkan kejelasan tatkala menjatuhkan pilihan pasangan hidupnya.
Adapun ketentuan hukum yang diletakkan Islam dalam masalah melihat pinangan ini di antaranya adalah:
a.    Dilarang berkhalwat dengan laki-laki peminang tanpa disertai mahram.
b.    Wanita yang dipinang tidak boleh berjabat tangan dengan laki- laki yang meminangnya.

v Pelaksanaan Pernikahan (Akad Nikah) Pengertian Akad Nikah
Rukun Dan Syarat Sah Nikah
Akad nikah tidak akan sah kecuali jika terpenuhi rukun-rukun yang enam perkara ini :
1)      Ijab-Qabul
Islam menjadikan Ijab (pernyataan wali dalam menyerahkan mempelai wanita kepada mempelai pria) dan Qabul (pernyataan mempelai pria dalam menerima ijab) sebagai bukti kerelaan kedua belah pihak. Al Qur-an mengistilahkan ijab-qabul sebagai miitsaaqan ghaliizhaa (perjanjian yang kokoh) sebagai pertanda keagungan dan kesucian, disamping penegasan maksud niat nikah tersebut adalah untuk selamanya.
Syarat ijab-qabul adalah :
a.       Diucapkan dengan bahasa yang dimengerti oleh semua pihak yang hadir.
b.      Menyebut jelas pernikahan & nama mempelai pria-wanita
2)      Adanya mempelai pria.
Syarat mempelai pria adalah :
·         Muslim & mukallaf (sehat akal-baligh-merdeka); lihat QS. Al Baqarah : 221, Al Mumtahanah : 9.
·         Bukan mahrom dari calon isteri
·          Tidak dipaksa.
·          Orangnya jelas.
·         Tidak sedang melaksanakan ibadah haji.
3)      Adanya mempelai wanita.
Syarat mempelai wanita adalah :
·         Muslimah (atau beragama samawi, tetapi bukan kafirah/musyrikah) & mukallaf; lihat QS. Al Baqarah : 221, Al Maidah : 5.
·         Tidak ada halangan syar’i (tidak bersuami, tidak dalam masa ‘iddah & bukan mahrom dari calon suami).
·         Tidak dipaksa
·         Orangnya jelas.
·         Tidak sedang melaksanakan ibadah haji.
4)      Adanya wali
Syarat wali adalah :
·         Muslim laki-laki & mukallaf (sehat akal-baligh-merdeka).
·         AdiL
·         Tidak dipaksa
·          Tidaksedang melaksanakan ibadah haji.
Tingkatan dan urutan wali adalah sebagai berikut:
·         AyaH
·         Kakek
·         Saudara laki-laki sekandunG
·         Saudara laki-laki seayah
·         Anak laki-laki dari saudara laki – laki sekandung
·         Anak laki-laki dari saudara laki – laki seayah
·         Paman sekandung
·         Paman seayah
·         Anak laki-laki dari paman sekandung
·         Anak laki-laki dari paman seayah.
·         Hakim

5)   Adanya saksi (2 orang pria).
Meskipun semua yang hadir menyaksikan aqad nikah pada hakikatnya adalah saksi, tetapi Islam mengajarkan tetap harus adanya 2 orang saksi pria yang jujur lagi adil agar pernikahan tersebut menjadi sah. Syarat saksi adalah
·         Muslim laki-laki & mukallaf (sehat akal-baligh-merdeka).
·         ‘Adil
·          Dapat mendengar dan melihat
·          Tidak dipaksa
·         Memahami bahasa yang dipergunakan untuk ijab-qabul.
·         Tidak sedang melaksanakan ibadah haji.

6)        Mahar.
 Beberapa ketentuan tentang mahar :
Mahar adalah pemberian wajib (yang tak dapat digantikan dengan lainnya) dari seorang suami kepada isteri, baik sebelum, sesudah maupun pada saat aqad nikah. Lihat QS. An Nisaa’ : 4.
·         Mahar wajib diterimakan kepada isteri dan menjadi hak miliknya, bukan kepada/milik mertua.
·         Mahar yang tidak tunai pada akad nikah, wajib dilunasi setelah adanya persetubuhan.
·         Mahar dapat dinikmati bersama suami jika sang isteri memberikan dengan kerelaan.
·         Mahar tidak memiliki batasan kadar dan nilai. Syari’at Islam menyerahkan perkara ini untuk disesuaikan kepada adat istiadat yang berlaku. Boleh sedikit, tetapi tetap harus berbentuk, memiliki nilai dan bermanfaat. Rasulullah saw senang mahar yang mudah dan pernah pula

v Hikmah Pernikahan
Perkawinan yang disyariatkan oleh Islam mempunyai hikmah tertentu, antaranya ialah:
·      Untuk memenuhi tuntutan fitrah dzahir dan batin manusia, yaitu fitrah semula, jadi seluruh manusia yang memerlukan pasangan hidup dan jiwa yang bersih dan salih.
·       Untuk menyalurkan tuntutan nafsu seks dengan cara yang diharuskan oleh syara'.
·      Perkawinan merupakan suatu sunnah dan ibadah
·      Dapat mengatur kehidupan yang lebih baik, kemas dan teratur.
·      Hidup seseorang mempunyai sistem dan sentiasa menjalankan tanggung jawab terhadap diri dan keluarga dengan sempurna.
·      Perkawinan dapat membendung serta dapat membenteras penyakit sosial, berdua-duasan tanpa ikatan perkawinan, perzinaan, dan seks bebas.
·      Dapat mengadakan perbincangan dan berkasih sayang antara pasangan suami isteri.
·      Berkah antara pasangan suami dan isteri mewarisi harta antara satu sama lain apabila mati salah seorang
·      Untuk membentuk sebuah keluarga yang bahagia serta pembentukan jiwa yang sah di sisi syara'.
·       Menghubungkan tali persaudaraan sesama Islam.
·       Mengukuhkan ekonomi bagi pasangan yang bekerja.

v Hukum Pernikahan
a. Hukum Asal Nikah adalah Mubah
Menurut sebagian besar ulama, hukum asal nikah adalah mubah, artinya boleh dikerjakan boleh ditinggalkan. Dikerjakan tidak ada pahalanya dan ditingkalkan tidak berdosa. Meskipun demikian, ditinjau dari segi kondisi orang yang akan melakukan pernikahan, hukum nikah dapat berubah menjadi sunnah, wajib, makruh atau haram.
b. Nikah yang Hukumnya Sunnah
Sebagian besar ulama berpendapat bahwa pada prinsipnya nikah itu sunnah. Alasan yang mereka kemukakan bahwa perintah nikah dalam berbagai Al-Qur’an dan hadits hanya merupakan anjuran walaupun banyak kata-kata amar dalam ayat dan hadits tersebut. Akan tetapi, bukanlah amar yang berarti wajib sebab tidak semua amar harus wajib, kadangkala menunjukkan sunnah bahkan suatu ketika hanya mubah. Adapun nikah hukumnya sunnah bagi orang yang sudah mampu memberi nafkah dan berkehendak untuk nikah.
c. Nikah yang Hukumnya Wajib
Nikah menjadi wajib menurut pendapat sebagian ulama dengan alasan bahwa diberbagai ayat dan hadits sebagaimana tersebut diatas disebutkan wajib. Terutama berdasarkan hadits riwayat Ibnu Majah seperti dalam sabda Rasulullah saw., “Barang siapa yang tidak mau melakukan sunnahku, maka tidaklah termasuk golonganku”.
Selanjutnya nikah itu wajib sesuai dengan faktor dan situasi. Jika ada sebab dan faktor tertentu yang menyertai nikah menjadi wajib. Contoh: jika kondisi seseorang sudah mampu memberi nafkah dan takut jatuh pada perbuatan zina, dalam situasi dan kondisi seperti itu wajib nikah. Sebab zina adalah perbuatan keji dan buruk yang dilarang Allah SWT. Rasulullah saw. bersabda sebagai berikut.
d. Nikah yang Hukumnya Makruh
Hukum nikah menjadi makruh apabila orang yang akan melakukan perkawinan telah mempunyai keinginan atau hasrat yang kuat, tetapi ia belum mempunyai bekal untuk memberi nafkah tanggungannya.
e. Nikah yang Hukumnya Haram
Nikah menjadi haram bagi seseorang yang mempunyai niat untuk menyakiti perempuan yang dinikahinya.
Jadi menurut yang telah dijelaskan bahwa hukum menikah itu akan berubah sesuai dengan faktor dan sebab yang menyertainya.

No comments:

Post a Comment