v Fungsi Hadits terhadap Al- Quran
Secara universal, fungsi hadits terhadap
Al-Qur’an adalah merupakan penjabaran makna tersurat dan tersirat dari isi
kandungan Al-Qur’an, sebagaimana firman Allah.
Artinya: “Keterangan-keterangan (mu’jizat) dan
kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur’an, agar kamu menerangkan pada
umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka
memikirkan.” (Q.S. 16. An-Nahl, A’. 44).
· Fungsi hadits terhadap Al-Quran secara
mendetail adalah sebagai berikut :
a)
Bayan al-Ta’kid (Taqrir), yaitu penjelasan untuk memperkuat pernyataan
al-Qur’an. Seperti hadis berpuasa dan berbuka karena melihat bulan yang
memperkuat ayat 185 surat al-Baqarah.
b)
Bayan Tafsir, yaitu penjelasan terhadap ayat-ayat yang bersifat umum.
Seperti hadis tentang shalat sebagaimana shalat Nabi saw. yang menjelaskan
perintah shalat di dalam al-Qur’an (al-Baqarah: 43, Al-Nisa: 103, dan
seterusnya).
c)
Bayan al-Taudhih, yaitu penjelasan yang bersifat mengungkapkan maksud
sebenarnya. Seperti hadis yang menyatakan bahwa Allah mewajibkan zakat agar
harta yang disimpan menjadi baik dan berkah sebagai penjelasan terhadap ayat 34
surat al-Taubah.
· Perbedaan Hadits dan Al-Quran
Dari segi
redaksi, diyakini bahwa wahyu al-Quran disusun langsung oleh Allah yang
disampaikan oleh malaikat Jibril yang kemudian Nabi Muhammad saw. langsung
menyampaikannya kepada umat, dan demikian seterusnya dari generasi ke generasi.
Atas dasar ini wahyu-wahyu al-Quran menjadi qath’i al-wurud.
Berbeda
dengan hadis yang pada umumnya disampaikan oleh orang per orang dan itupun
seringkali dengan redaksi yang sedikit berbeda dengan redaksi yang diucapkan
oleh Nabi saw. Disamping itu, diakui pula oleh ulama hadis bahwa walaupun pada
masa sahabat sudah ada yang menulis teks-teks hadis, namun pada umumnya
penyampaian atau penerimaan kebanyakan hadis hanya berdasarkan hafalan para
sahabat dan tabi’in. ini menjadikan kedudukan hadis dari segi otentisitasnya
adalah zhanni al-wurud
· Sikap sebagai seorang muslim
terhadap hadits
a.
Setiap mukmin wajib patuh kepada Allah dan rasul-Nya (QS. Ali Imran: 32,
An-Nisa: 59, Al-Maidah: 92, dst.).
b.
Ketaatan pada rasul merupakan bukti ketaatan dan cinta kepada Allah (QS.
Ali Imran: 31, An-Nisa: 80).
c.
Orang yang menyalahi sunnah/hadis
akan mendapat azab Allah (QS. Al-Mujadalah: 5)
d.
Berhukum dengan sunnah/hadis adalah tanda orang beriman (QS. An-Nisa: 65).
v Pembagian Hadist
1.
Menurut diterima tidaknya sebagai hujjah
· Makbul : hadits yang bisa dipakai sebagai hujjah ( diterima )
· Mardud : hadits yang tidak bisa digunakan sebagai hujjah (
ditolak )
2.
Dilihat Dari Banyak Sedikitnya Perawi
· Hadits Mutawatir
Yaitu hadits Rasulullah SAW (catatan tentang sesuatu hal yang dikatakan
atau dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW sendiri, HANYA oleh dan dari Beliau SAW,
dan TIDAK SELAIN Beliau SAW ) yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa
sanad yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta. Berita itu mengenai hal-hal
yang dapat dicapai oleh panca indera. Dan berita itu diterima dari sejumlah
orang yang semacam itu juga.
Hadits
mutawatir mempunyai empat syarat yaitu:
o
Rawi-rawinya tsiqat dan mengerti terhadap apa yang dikabarkan dan
(menyampaikannya) dengan kalimat bernada pasti. [Sifat kalimatnya Qath'iy
(pasti) dan tidak Dzanni (berdasarkan dugaan)
o
Sandaran penyampaiannya kepada sesuatu yang konkret, yaitu perawinya
menyaksikan secara langsung dengan matanya sendiri bahwa hal itu
dikatakan/dilakukan oleh Rasulullah SAW, atau mendengar secara langsung dengan
telinganya sendiri bahwa hal itu dikatakan/dilakukan oleh Rasulullah SAW,
seperti misalnya: “sami’tu” = aku mendengar, “sami’na” = kami mendengar
o
Bilangan (jumlah) perawinya banyak, sehingga menurut adat kebiasaan
mustahil mereka berdusta secara berjamaah dan bersama-sama. Dan kesemuanya
menyampaikan dengan nada kalimat yang bersifat Qath’iy (pasti) dan tidak Dzanni
(berdasarkan dugaan).
o
Bilangan Perawi yang banyak ini tetap demikian dari mulai awal sanad,
pertengahan sampai akhir sanad. Rawi yang meriwayatkannya minimal 10 orang.
· Hadits Ahad
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang
atau lebih tetapi tidak mencapai tingkat mutawatir. Sifatnya atau tingkatannya
adalah “Dhonniy”. Sebelumnya para ulama ahli hadits membagi hadits Ahad menjadi
dua macam, yakni hadits Shahih dan hadits Dha’if. Namun Imam At Turmudzy
kemudian membagi hadits Ahad ini menjadi tiga macam, yaitu:
Hadits Shahih Menurut imam ahli hadits Ibnu Sholah, hadits shahih ialah
hadits yang bersambung sanadnya. Ia diriwayatkan oleh orang yang adil lagi
dhobit (kuat ingatannya) hingga akhirnya tidak syadz (tidak bertentangan dengan
hadits lain yang lebih shahih) dan tidak mu’allal (tidak cacat).
Hadits Shahih itu harus memenuhi beberapa
syarat sebagai berikut :
a)
Kandungan isinya tidak bertentangan dengan Al-Qur’an.
b)
Harus bersambung sanadnya
c)
Diriwayatkan oleh orang / perawi yang adil.
d)
Diriwayatkan oleh orang yang dhobit (kuat ingatannya)
e)
Tidak syadz (tidak bertentangan dengan hadits lain yang lebih shahih)
f)
Tidak cacat walaupun tersembunyi.
Hadits Hasan Ialah hadits yang
banyak sumbernya atau jalannya dan dikalangan perawinya tidak ada yang disangka
dusta dan tidak syadz.
Hadits Dha’if Ialah hadits yang tidak bersambung (terputus) sanadnya
dan diriwayatkan oleh orang yang tidak adil dan tidak dhobit, syadz dan cacat.
3.
Hadits Menurut Kualitas Periwayatannya
· Hadits yang bersambung sanadnya
Hadits ini
adalah hadits yang bersambung sanadnya hingga Nabi Muhammad SAW. Hadits ini
disebut hadits Marfu’ atau Maushul.
· Hadits yang terputus sanadnya
Hadits Mu’allaq Hadits ini disebut
juga hadits yang “tergantung”, yaitu hadits yang permulaan sanadnya dibuang
oleh seorang atau lebih hingga akhir sanadnya, yang berarti termasuk hadits
dha’if.
Hadits Mursal Disebut juga hadits
yang ”dikirim”, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh para Tabi’in dari Nabi
Muhammad SAW tanpa menyebutkan Sahabat yang menerima hadits itu.
Hadits Mudallas Disebut juga hadits
yang ‘disembunyikan’ cacatnya. Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh sanad yang
memberikan kesan seolah-olah tidak ada cacatnya, padahal sebenarnya ada, baik
dalam sanad ataupun pada gurunya. Jadi hadits Mudallas ini ialah hadits yang
ditutup-tutupi kelemahan sanadnya.
Hadits Munqathi Disebut juga hadits
yang terputus yaitu hadits yang gugur atau hilang seorang atau dua orang perawi
selain Sahabat dan Tabi’in.
Hadits Mu’dhol Disebut juga hadits yang terputus sanadnya yaitu hadits yang
diriwayatkan oleh para Tabi’in dan Tabi’ut-Tabi’in dari Nabi Muhammad SAW atau
dari Sahabat tanpa menyebutkan Tabi’in yang menjadi sanadnya.
4.
Hadits-Hadits Dha’if (Lemah) Disebabkan Oleh Cacat Perawi
· Hadits Maudhu’
Yang berarti ‘yang dilarang’,
yaitu hadits yang dalam sanadnya terdapat perawi yang pernah ketahuan berdusta
atau dituduh suka berdusta. Jadi hadits itu adalah hasil karangannya sendiri
bahkan tidak pantas disebut hadits alias hadits palsu.
·
Hadits Matruk
Yang berarti ‘hadits yang ditinggalkan / diabaikan’, yaitu hadits yang
hanya diriwayatkan hanya oleh seorang perawi saja sedangkan perawi itu pernah
ketahuan berdusta atau dituduh suka berdusta. Jadi hadits itu adalah hasil
karangannya sendiri bahkan tidak pantas disebut hadits alias hadits palsu.
·
Hadits Munkar
Yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh perawi yang lemah yang
bertentangan dengan hadits lain yang diriwayatkan oleh perawi yang dikenal
terpercaya / jujur.
·
Hadits Mu’allal
Artinya hadits yang dinilai sakit atau cacat, yaitu hadits yang didalamnya terdapat
cacat yang tersembunyi. Hadits ini biasa disebut juga dengan hadits Ma’lul
(yang dicacati) atau disebut juga hadits Mu’tal (hadits sakit atau cacat).
·
Hadits Mudhthorib
Artinya hadits yang kacau, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang
perawi dari beberapa sanad dengan matan (isi) yang kacau atau tidak sama dan
berkontradiksi dengan yang dikompromikan.
·
Hadits Maqlub
Artinya
hadits yang ‘terbalik’, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang
didalamnya tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau sebaliknya baik
berupa sanad (silsilah) maupun matan (isi).
·
Hadits Munqalib
Yaitu
hadits yang terbalik sebagian lafalnya hingga pengertiannya berubah.
·
Hadits Mudraj
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang didalamnya terdapat
tambahan yang bukan hadits, baik keterangan tambahan dari perawi sendiri atau
lainnya, sehingga mengurangi kualitas keaslian hadits tersebut, atau bahkan
merubah pengertian dari hadits tersebut.
·
Hadits Syadz
Hadits
yang ‘jarang’, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah
(terpercaya), namun isinya bertentangan dengan hadits lain yang diriwayatkan
dari perawi-perawi (periwayat / pembawa) yang terpercaya pula. Demikian menurut
mayoritas ulama Hijaz sehingga hadits syadz jarang dihapal ulama hadits. Sedang
yang banyak dihapal ulama hadits disebut juga hadits Mahfudz.
No comments:
Post a Comment