v Pengertian Nikah dan Tujuan Nikah
Kata
(nikah) berasal dari bahasa Arab , yang secara etimologi berarti: (bercampur)
dalam bahasa Arab, lafadh "nikah" bermakna berakad, bersetubuh dan
bersenang-senang, (Mustafa al-Khin dkk, Al-Fiqh al-Manhaji : 11).
Al-Qur’an
menggunakan kata "nikah" yang mempunyai makna "perkawinan",
disamping secara majazi (metaphoric) diartikan dengan "hubungan
seks". Selain itu juga menggunakan kata zauj yang berarti
"pasangan" untuk makna nikah. Ini karena pernikahan menjadikan
seseorang memiliki pasangan.(M. Quraish Shihab, 1997: 191).
Secara
lugawi, nikah berarti bersenggama atau bercampur, sehingga dapat dikatakan
terjadi perkawinan antara kayu-kayu apabila kayu-kayu itu saling condong dan
bercampur antara yang satu dengan yang lain. Dalam pengertian majazi, nikah
disebutkan untuk arti akad, karena akad merupakan landasan bolehnya melakukan
persetubuhan. Dengan akad nikah suami memiliki hak untuk memiliki. Namun hak
milik itu hanya bersifat milk al-Intifa’ (hak milik untuk menggunakan), bukan
milk al-muqarabah (hak milik yang bisa dipindah tangankan seperti kepemilikan
benda) dan bukan pula milk al-manfa’ah (kepemilikan manfaat yang bisa
dipindahkan)
Jadi
pertikahan yaitu ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan memebentuk rumah tangga yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
v Tujuan Pernikahan dalam Islam
Tujuan utama dari pernikahan
adalah ibadah kepada Allah SWT, selain itu adalah :
1.
Untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang asasi.
2.
Untuk membentengi ahlak yang luhur.
3.
Untuk menegakkan rumah tangga yang islami.
4.
Untuk meningkatkan ibadah kepada Allah.
5.
Untuk mencari keturunan yang shalih dan shalihah.
v Pra- Nikah
Menurut
hadis, wanita dinikahi karena empat hal, yaitu :
1) hartanya, karena dengan harta yang cukup lelaki tidak
terbebani dengan nafkah dan lainnya yang berada di atas kemampuannya.
2) Keturunan, pada dasarnya kemuliaan ini terletak pada
kemuliaan orang tua dan keluarganya.bisa dari Nasab atau dari kesuburannya.
3) Kecantikan. Salah satu faktor yang selalu dicari dalam
segala hal termasuk wanita sebagai teman pendamping atau teman berbaring
(Muhammad Fuad al-Baqi, 1994: 392).
4) Agama, karena agama dapat mempengaruhi akhlaq orang yang
menganutnya termasuk dalam pernikahan
Hadis tersebut diakhiri dengan
ungkapan yang berarti hidup seseorang tidak akan bahagia jika ia menikahi
wanita yang tidak beragama dan berakhlaq, jadi ketaqwaan terhadap perintah
Allah merupakan yang menjadi utama memilih wanita untuk dinikahi.
·
Hal-Hal Yang Perlu Dilakukan Sebelum Menikah
1)
Minta Pertimbangan
Bagi
seorang lelaki sebelum ia memutuskan untuk mempersunting seorang wanita untuk
enjadi isterinya, hendaklah ia juga minta pertimbangan dari kerabat dekat
wanita tersebut yang baik agamanya. Mereka hendaknya orang yang tahu benar
tentang hal ihwal wanita yang akan dilamar oleh lelaki tersebut, agar ia dapat
memberikan pertimbangan dengan jujur dan adil. Begitu pula bagi wanita yang
akan dilamar oleh seorang lelaki, sebaiknya ia minta pertimbangan dari kerabat
dekatnya yang baik agamanya.
2)
Shalat Istikharah
Setelah
mendapatkan pertimbangan tentang bagaimana calon isterinya, hendaknya ia
melakukan shalat istikharah sampai hatinya diberi kemantapan oleh Allah Taala
dalam mengambil keputusan. Shalat istikharah adalah shalat untuk meminta kepada
Allah Taala agar diberi petunjuk dalam memilih mana yang terbaik untuknya.
Shalat istikharah ini tidak hanya dilakukan untuk keperluan mencari jodoh saja,
akan tetapi dalam segala urusan jika seseorang mengalami rasa bimbang untuk
mengambil suatu keputusan tentang urusan yang penting. Hal ini untuk menjauhkan
diri dari kemungkinan terjatuh kepada penderitaan hidup. Insya Allah ia akan
mendapatkan kemudahan dalam menetapkan suatu pilihan.
3)
Khithbah (peminangan)
Setelah
seseorang mendapat kemantapan dalam menentukan wanita pilihannya, maka
hendaklah segera meminangnya. Laki-laki tersebut harus menghadap orang tua/wali
dari wanita pilihannya itu untuk menyampaikan kehendak hatinya, yaitu meminta
agar ia direstui untuk menikahi anaknya. Adapun wanita yang boleh dipinang
adalah bilamana pada waktu dipinang tidak ada halangan-halangan syari yang
menyebabkan laki-laki dilarang memperisterinya saat itu.
4)
Melihat Wanita
yang Dipinang
Islam
adalah agama yang hanif yang mensyariatkan pelamar untuk melihat wanita yang
dilamar dan mensyariatkan wanita yang dilamar untuk melihat laki-laki yang
meminangnya, agar masing- masing pihak benar-benar mendapatkan kejelasan
tatkala menjatuhkan pilihan pasangan hidupnya.
Adapun ketentuan
hukum yang diletakkan Islam dalam masalah melihat pinangan ini di antaranya
adalah:
a.
Dilarang berkhalwat dengan laki-laki peminang tanpa disertai mahram.
b.
Wanita yang dipinang tidak boleh berjabat tangan dengan laki- laki yang
meminangnya.
v
Pelaksanaan Pernikahan (Akad Nikah) Pengertian Akad Nikah
Rukun Dan Syarat Sah Nikah
Akad nikah tidak akan sah kecuali jika terpenuhi
rukun-rukun yang enam perkara ini :
1) Ijab-Qabul
Islam
menjadikan Ijab (pernyataan wali dalam menyerahkan mempelai wanita kepada
mempelai pria) dan Qabul (pernyataan mempelai pria dalam menerima ijab) sebagai
bukti kerelaan kedua belah pihak. Al Qur-an mengistilahkan ijab-qabul sebagai
miitsaaqan ghaliizhaa (perjanjian yang kokoh) sebagai pertanda keagungan dan kesucian,
disamping penegasan maksud niat nikah tersebut adalah untuk selamanya.
Syarat ijab-qabul
adalah :
a. Diucapkan dengan bahasa yang dimengerti
oleh semua pihak yang hadir.
b. Menyebut jelas pernikahan & nama
mempelai pria-wanita
2) Adanya mempelai pria.
Syarat mempelai pria adalah :
·
Muslim & mukallaf (sehat akal-baligh-merdeka); lihat QS. Al Baqarah :
221, Al Mumtahanah : 9.
·
Bukan mahrom dari calon isteri
·
Tidak dipaksa.
·
Orangnya jelas.
·
Tidak sedang melaksanakan ibadah haji.
3) Adanya mempelai wanita.
Syarat
mempelai wanita adalah :
·
Muslimah (atau beragama samawi, tetapi bukan kafirah/musyrikah) &
mukallaf; lihat QS. Al Baqarah : 221, Al Maidah : 5.
·
Tidak ada halangan syar’i (tidak bersuami, tidak dalam masa ‘iddah &
bukan mahrom dari calon suami).
·
Tidak dipaksa
·
Orangnya jelas.
·
Tidak sedang melaksanakan ibadah haji.
4) Adanya wali
Syarat
wali adalah :
·
Muslim laki-laki & mukallaf (sehat akal-baligh-merdeka).
·
AdiL
·
Tidak dipaksa
·
Tidaksedang melaksanakan ibadah
haji.
Tingkatan
dan urutan wali adalah sebagai berikut:
·
AyaH
·
Kakek
·
Saudara laki-laki sekandunG
·
Saudara laki-laki seayah
·
Anak laki-laki dari saudara laki – laki sekandung
·
Anak laki-laki dari saudara laki – laki seayah
·
Paman sekandung
·
Paman seayah
·
Anak laki-laki dari paman sekandung
·
Anak laki-laki dari paman seayah.
·
Hakim
5) Adanya saksi (2 orang pria).
Meskipun
semua yang hadir menyaksikan aqad nikah pada hakikatnya adalah saksi, tetapi
Islam mengajarkan tetap harus adanya 2 orang saksi pria yang jujur lagi adil
agar pernikahan tersebut menjadi sah. Syarat saksi adalah
·
Muslim laki-laki & mukallaf (sehat akal-baligh-merdeka).
·
‘Adil
·
Dapat mendengar dan melihat
·
Tidak dipaksa
·
Memahami bahasa yang dipergunakan untuk ijab-qabul.
·
Tidak sedang melaksanakan ibadah haji.
6)
Mahar.
Beberapa ketentuan tentang mahar :
Mahar
adalah pemberian wajib (yang tak dapat digantikan dengan lainnya) dari seorang
suami kepada isteri, baik sebelum, sesudah maupun pada saat aqad nikah. Lihat
QS. An Nisaa’ : 4.
·
Mahar wajib diterimakan kepada isteri dan menjadi hak miliknya, bukan
kepada/milik mertua.
·
Mahar yang tidak tunai pada akad nikah, wajib dilunasi setelah adanya
persetubuhan.
·
Mahar dapat dinikmati bersama suami jika sang isteri memberikan dengan
kerelaan.
·
Mahar tidak memiliki batasan kadar dan nilai. Syari’at Islam menyerahkan
perkara ini untuk disesuaikan kepada adat istiadat yang berlaku. Boleh sedikit,
tetapi tetap harus berbentuk, memiliki nilai dan bermanfaat. Rasulullah saw
senang mahar yang mudah dan pernah pula
v Hikmah Pernikahan
Perkawinan yang disyariatkan
oleh Islam mempunyai hikmah tertentu, antaranya ialah:
· Untuk memenuhi tuntutan fitrah dzahir dan batin manusia,
yaitu fitrah semula, jadi seluruh manusia yang memerlukan pasangan hidup dan
jiwa yang bersih dan salih.
· Untuk menyalurkan
tuntutan nafsu seks dengan cara yang diharuskan oleh syara'.
· Perkawinan merupakan suatu sunnah dan ibadah
· Dapat mengatur kehidupan yang lebih baik, kemas dan
teratur.
· Hidup seseorang mempunyai sistem dan sentiasa menjalankan
tanggung jawab terhadap diri dan keluarga dengan sempurna.
· Perkawinan dapat membendung serta dapat membenteras
penyakit sosial, berdua-duasan tanpa ikatan perkawinan, perzinaan, dan seks
bebas.
· Dapat mengadakan perbincangan dan berkasih sayang antara
pasangan suami isteri.
· Berkah antara pasangan suami dan isteri mewarisi harta
antara satu sama lain apabila mati salah seorang
· Untuk membentuk sebuah keluarga yang bahagia serta
pembentukan jiwa yang sah di sisi syara'.
· Menghubungkan tali
persaudaraan sesama Islam.
· Mengukuhkan
ekonomi bagi pasangan yang bekerja.
v Hukum Pernikahan
a. Hukum Asal Nikah adalah
Mubah
Menurut
sebagian besar ulama, hukum asal nikah adalah mubah, artinya boleh dikerjakan
boleh ditinggalkan. Dikerjakan tidak ada pahalanya dan ditingkalkan tidak
berdosa. Meskipun demikian, ditinjau dari segi kondisi orang yang akan
melakukan pernikahan, hukum nikah dapat berubah menjadi sunnah, wajib, makruh
atau haram.
b. Nikah yang Hukumnya
Sunnah
Sebagian
besar ulama berpendapat bahwa pada prinsipnya nikah itu sunnah. Alasan yang mereka
kemukakan bahwa perintah nikah dalam berbagai Al-Qur’an dan hadits hanya
merupakan anjuran walaupun banyak kata-kata amar dalam ayat dan hadits
tersebut. Akan tetapi, bukanlah amar yang berarti wajib sebab tidak semua amar
harus wajib, kadangkala menunjukkan sunnah bahkan suatu ketika hanya mubah.
Adapun nikah hukumnya sunnah bagi orang yang sudah mampu memberi nafkah dan
berkehendak untuk nikah.
c. Nikah yang
Hukumnya Wajib
Nikah
menjadi wajib menurut pendapat sebagian ulama dengan alasan bahwa diberbagai
ayat dan hadits sebagaimana tersebut diatas disebutkan wajib. Terutama
berdasarkan hadits riwayat Ibnu Majah seperti dalam sabda Rasulullah saw., “Barang
siapa yang tidak mau melakukan sunnahku, maka tidaklah termasuk golonganku”.
Selanjutnya nikah itu wajib
sesuai dengan faktor dan situasi. Jika ada sebab dan faktor tertentu yang
menyertai nikah menjadi wajib. Contoh: jika kondisi seseorang sudah mampu
memberi nafkah dan takut jatuh pada perbuatan zina, dalam situasi dan kondisi
seperti itu wajib nikah. Sebab zina adalah perbuatan keji dan buruk yang
dilarang Allah SWT. Rasulullah saw. bersabda sebagai berikut.
d. Nikah yang
Hukumnya Makruh
Hukum nikah menjadi makruh
apabila orang yang akan melakukan perkawinan telah mempunyai keinginan atau
hasrat yang kuat, tetapi ia belum mempunyai bekal untuk memberi nafkah
tanggungannya.
e. Nikah yang
Hukumnya Haram
Nikah
menjadi haram bagi seseorang yang mempunyai niat untuk menyakiti perempuan yang
dinikahinya.
Jadi menurut yang
telah dijelaskan bahwa hukum menikah itu akan berubah sesuai dengan faktor dan
sebab yang menyertainya.
No comments:
Post a Comment